CEDERA SHOULDER

Keluhan cedera akibat olahraga ataupun aktivitas sehari-hari banyak dialami oleh semua orang dari berbagai kalangan. Lokasi terjadinya cedera berbeda-beda setiap individunya, salah satunya dapat terjadi dibagian bahu. Bahu terlibat dalam banyak gerakan yang diperlukan dalam fungsi sehari-hari. Keluhan cedera pada bahu dapat mengganggu dan membatasi kegiatan atau aktivitas sehari-hari seseorang. Cedera dapat diakibatkan karena kekuatan luar yang menimpa tubuh melebihi daya tahan jaringan tubuh itu sendiri. Cedera dapat mengenai tulang, saraf, otot, tendon, sendi, maupun ligamen.

Terdapat beberapa keluhan cedera bahu yang umum terjadi yaitu Frozen Shoulder, Rotator Cuff Disease, Superior Labrum, Biceps Tendinitis.

Frozen shoulder merupakan kondisi dimana terjadi kekakuan pada bahu yang disertai rasa nyeri. Ciri khas pasien dengan keluhan frozen shoulder adalah keterbatasan selektif yang menyakitkan dari gerakan bahu aktif dan pasif tertentu. Diabetes mellitus adalah kondisi yang paling sering dikaitkan dengan frozen shoulder. Prevalensi gabungan dari predisposisi diabetes dan frozen shoulder diperkirakan setinggi 71,5%. Sekitar setengah dari pasien ini telah didiagnosis sebelumnya dengan diabetes Tipe I atau II, dan sisanya memiliki pra-diabetes dengan darah puasa abnormal. Tes toleransi glukosa atau glukosa. Penderita diabetes memiliki risiko seumur hidup 10% hingga 20% untuk mengalami frozen shoulder, dengan prevalensi poin 4% dan risiko dua hingga empat kali lebih besar daripada populasi umum (Robinson et al., 2012).

Rotator Cuff Disease atau penyakit rotator cuff adalah gangguan pada sekumpulan atau sekelompok otot dan tendon yang mengelilingi bahu yang menghubungkan humerus, scapula, dan clavicula. Gangguan rotator cuff yang banyak terjadi adalah robeknya salah satu dari otot atau tendon yang ada pada rotator cuff tersebut. Robeknya rotator cuff menyebabkan rasa nyeri yang menetap dan menimbulkan penurunan rentang gerak. Gerakan yang berulang dan berlebihan berdasarkan anatomi bahu pasien yang berbeda-beda dan trauma dapat menyebabkan cedera pada rotator cuff.

Superior Labrum atau yang biasa dikenal dengan robekan labrum adalah robekan yang terjadi pada struktur tulang rawan yang melapisi sendi bahu yang berfungsi sebagai stabilitas dan dapat memberikan perlindungan pada bahu . Robekan pada superior labrum ini dapat diakibatkan karena penggunaan bahu yang berlebihan, trauma berulang pada sendi bahu, terjatuh, dan menarik bisep secara mendadak. Robekan pada labrum biasanya menimbukan rasa yang sangat nyeri, kelemahan pada bahu, bahu menjadi tidak stabil, menurunnya rentang gerak serta penurunan performa pada atlet (Christensen et al., 2021). Untuk memastikan ada atau tidaknya robekan pada labrum pasien dapat melakukan pemeriksaan radiologi seperti rontgen, CT scan, atau MRI. Tindakan pembedahan untuk robekan labrum dapat dilakukan apabila cedera robekan semakin parah dan pemberian obat serta terapi fisik yang dilakukan tidak memberikan perubahan yang signifikan.

Biceps tendinitis merupakan peradangan pada caput otot biceps atau head long tendon biceps, karena lokasi tendon biceps di interval rotator, salah satu penyebab utama degenerasi biceps adalah iritasi mekanis tendon terhadap lengkungan coracoacromial sebagai akibat dari pemakaian berulang dan berlebihan, pengekangan jaringan lunak yang mengelilingi tendon biceps dapat kehilangan fungsi stabilisasinya dan dapat terjadi subluksasi atau dislokasi (Bushnell et al., 2012).

Pasien dengan tendonitis biceps atau iritasi biasanya mengeluhkan nyeri yang terlokalisasi di aspek anterior bahu mereka di sekitar alur bicipital. Sifat dan lokasi nyeri mungkin tidak jelas, terutama jika dikaitkan dengan rotator cuff bertabrakan atau ketidakstabilan bahu. Biasanya tidak ada riwayat trauma, temuan yang paling konsisten pada pemeriksaan fisik adalah nyeri tekan pada alur bicipital dengan lengan dalam rotasi internal 10 derajat, alur umumnya menghadap ke anterior dan dapat dipalpasi kira-kira 7,5 cm distal akromion. Nyeri pada alur bicipital dapat dibedakan dari nyeri bahu anterior dengan memutar lengan secara eksternal, seperti nyeri yang spesifik pada lengan. tendon harus bergerak kesamping.

Penanganan pada setiap cedera harus dilakukan dengan benar agar tidak terjadi cedera berulang, begitupun pada penanganan cedera bahu. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk meminimalisir terjadinya cedera bahu, yaitu membawa beban yang tidak berlebihan, melakukan pemanasan atau warming up dan stretching untuk menyiapkan otot sebelum berolahraga, melatih kekuatan otot bahu, serta latihan dengan porsi dan tenik yang tepat. Apabila terjadi tanda-tanda cedera pada bahu, lakukan pertolongan pertama seperti pemberian RICE (Rest, Ice, Compression, Elevation) dan dapat meminum obat pereda nyeri. Namun apabila hal diatas tidak memberikan efek yang signifikan segera konsultasikan pada ahli seperti dokter spesialis olahraga, fisioterapi atau sport theraphyst terdekat,

DAFTAR PUSTAKA
(Kim et al., 2004)(BM. Wara Kushartanti, 2015)(Kushartanti, 2015)(Robinson et al., 2012)(Christensen et al., 2021)(Satia Graha, 2015)(Bushnell et al., 2012) (Parentis et al., 2002) (Liaghat et al., 2022)

BM. Wara Kushartanti, N. A. ,. (2015). Pengaruh Terapi Masase, Terapi Latihan, Dan Terapikombinasi Masase Dan Latihan Dalam Penyembuhancedera Bahu Kronis Pada Olahragawan. Medikora, XII(1). https://doi.org/10.21831/medikora.v0i1.4582

Bushnell, B. D., Crosby, C. G., Anz, A. W., & Noonan, T. J. (2012). Proximal biceps tendon injuries. Sports Medicine of Baseball, 16(3), 162–169.

Christensen, G. V, Smith, K. M., Kawakami, J., & Chalmers, P. N. (2021). Surgical Management of Superior Labral Tears in Athletes: Focus on Biceps Tenodesis. Open Access Journal of Sports Medicine, Volume 12, 61–71. https://doi.org/10.2147/oajsm.s266226

Kim, D. H., Millett, P. J., Warner, J. J. P., & Jobe, F. W. (2004). Shoulder injuries in golf. American Journal of Sports Medicine, 32(5), 1324–1330. https://doi.org/10.1177/0363546504267346

Kushartanti, B. W. (2015). Terapi Latihan Pascacedera Bahu. Medikora, V(2), 212–226. https://doi.org/10.21831/medikora.v0i2.4685

Liaghat, B., Pedersen, J. R., Husted, R. S., Pedersen, L. L., Thorborg, K., & Juhl, C. B. (2022). Diagnosis, prevention and treatment of common shoulder injuries in sport: Grading the evidence – a statement paper commissioned by the Danish Society of Sports Physical Therapy (DSSF). British Journal of Sports Medicine, 408–416. https://doi.org/10.1136/bjsports-2022-105674

Parentis, M. A., Mohr, K. J., & ElAttrache, N. S. (2002). Disorders of the superior labrum: Review and treatment guidelines. Clinical Orthopaedics and Related Research, 400(400), 77–87. https://doi.org/10.1097/00003086-200207000-00010

Robinson, C. M., Seah, K. T. M., Chee, Y. H., Hindle, P., & Murray, I. R. (2012). Frozen shoulder. The Journal of Bone & Joint Surgery British, 94(1), 1–9. https://doi.org/10.1302/0301-620X.94B1.27093

Satia Graha, A. (2015). Identifikasi Macam Cedera Pada Pasien Klinik Terapi Fisik Fakultas Ilmu Keolahragaan Uny. Medikora, IX(1). https://doi.org/10.21831/medikora.v0i1.4645